Makalah tentang "JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)"

A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA  JARINGAN ISLAM LIBERAL


Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang dikembangkan oleh para cendikiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat dari kenyataan historis, wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke waktu, sejak zaman Rasulullah saw. Sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak terlepas dari kehidupan sosial dimana agama itu berkembang, dimana diperlukan berbagai pemikiran agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.

Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya adalah umat islam tidak lepas dari perkembangan pemikiran dari awal mula tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai indonesia merdeka. Awal mula islam berkembang di indonesia berlawana dengan kepercayaan masyarakaat, sehingga diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi indonesia. Salah satunya adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman. Strategi ini dapat diterima oleh masyarakat indonesia, mereka sedikit demi sedikit meniggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal lil’alamin (islam). Pada sekarang ini, disaat indonesia telah merdeka dan kondisi masyarakat telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi, tentunya banyak permasalahan yang baru yang muncul di permukaan yang belum ada penjelasan yang jelas pada masa nabi saw. dengan keadaan yang semacam itu menuntut para intelektual muslim untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran islam.


Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik turunnya kekuasaan pada abad ke-15. Pada abad itu terjadi kemerosotan pemikiran Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir, sehingga kekuasaan para penjajah menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah. Di samping itu, para penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk menyingkirkan atau paling tidak mendistorsi pemikiran Islam. Karena itu, terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka. Kelompok ini disebut oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif. Sedangkan anti tesa dari kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang berpandangan liberal (Islam Liberal)[1].

Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain. Gerakan Islam liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan (liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan[2].

Jaringan islam liberal berdiri di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gerakan-gerakan keagamaan yang ada pada masa kekuasaan orde baru, ketika umat islam merasa ditekan dan dipinggirkan oleh pemerintahan pada masa itu. Gerakan-gerakan keagamaan ini selain dari disebabkan oleh factor penekanan oleh pemerintah juga di akibatkan oleh factor-faktor sebagai berikut[3]:
  • Reinterpretasi teks agama.
  • Tumbuh dan berkembangnya wacana tentang pluralisme, HAM, kesetaraan gender dan demokrasi.
  • Munculnya beberapa gerakan NGO yang bergerak dalam wilayah praksis di lapangan. Gerakan ini bergerak di bidang pendidikan politik, advokasi, pesebaran wacana/diskursus, pendampingan, rekonsiliator maupun fasilitator, yang sebenarnya gerakan NGO ini dapat bergerak ke arah gerakan sosial baru.
  • Keberadaan intelektul/cendikiawan independen dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan dan eksplorasi keilmuan yang bersifat multidisipliner, multibatas, dan kritis.
  • Munculnya krisis multi dimensi.
  • Munculnya kesadaran transformatif masyarakat.


B. TOKOH-TOKOH JARINGAN ISLAM LIBERAL

Tokoh-tokoh yang berkecipung dalam gerakan islam liberal kebanyakan orang-orang islam yang telah mengenyam pendidikan barat. Arah pemikiran mereka sama dengan pemikiran orang-orang barat yang terkesan bebas dan tidak terikat dengan agama, oleh karenanya di dunia barat muncul pemikiran yang liberal yang memunculkan adanya sekulerisme agama. Tokoh islam liberal berdasarkan negara asalnya antara lain:

Islam liberal muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan yang mereka anggap sebagai permurnian, kembali kepada al-Qur`an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762 M), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.

Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani(Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1890) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris.
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Ia menggagas tafsir al-qur`an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern.

Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur`an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur`an adalah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan[4].

Sedangkan di indonesia ada bebrapa tokoh islam liberal yang sering muncul dengan pemikiran-pemikiran yang provokatif dan kotroversial, seperti Nurcholis Madjid yang mempelopori gerakan seulerisme di Indonesia. Kemudian Prof. Dr. Harun Nasution yang memunculkan ide bahwa semua agama sama dan sekulerime[5]. Dan beberapa tokoh lain yang ikut andil dalam pemikiran-pemikiran liberalnya seperti Ulil Abshar Abdalla. Djohan Efendy, Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid dan masih banyak tokoh lainnya.

C. PEMIKIRAN JARINGAN ISLAM LIBERAL

Pembahasan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh JIL ini adalah masalah yang kontemporer yang sedang hangatnya dibicarakan oleh masyarakat global seperti Islam dan Negara, Islam dan Kesetaraan gender, Islam dan Demokrasi, islam dan Pluralisme, Islam dan Syariah, Islam dan Hukum Internasional Modern, Islam dan Ideologi Modern[6].

Dalam membahas tema-tema diatas mereka memiliki landasan dalam menganalisa permasalahan tersebut seperti yang termuat dalam website resmi milik JIL yaitu www.islamlib.com/id/, dicantumkan beberapa landasan sebagai pijakan kelompok JIL.  Menurut pemahaman penulis, mungkin saja landasan tersebut merupakan AD/ART bagi mereka.

Dalam websitenya disebutkan bahwa Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut[7]:

1. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.

Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).

2. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.

Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.

3. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.

Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.

4. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.

Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.

5. Meyakini kebebasan beragama.

Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.

6. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.

Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.


D. ANALITIS

Analisa penulis terhadap pemikiran para tokoh jaringan islam liberal tentang beberapa permasalahan yang mereka angkat ke lingkungan perdebatan dan menghasilkan wacana yang kontoversial akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Permasalahan sekulerisme


Dalam hal ini mereka ingin memisahkan antara kehidupan duniawi dengan ukhrawi, ialah menempatkan hal-hal yang bersifat keduniaan dalam tempat semestinya dan melepaskan umat dalam mengukhrawikan hal-hal yang semacam (duniawi) itu.

Fungsi manusia sebagai khalifah di bumi adalah mengelola bumi untuk mencapai perbaikan hidup di bumi dan memberi ruang kebebasan dalam berbuat untuk mencapai perbaikan itu. Jadi, agama hanya bersifat pribadi tidak untuk mengatur perilaku manusia dalam kehidupan.

Namun, hal ini sedikit menimbulkan wacana yang kiranya akan mengubah pandangan umat islam dalam hal mua’amalah (hubungan antar manusia) akan lebih rancu dan tidak terkendali. Semua umat Islam tahu bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat manusia, dan kandungan Al-Qur’an dijelaskan oleh hadist Nabi Muhammad saw. Dan kita wajib mengimani dan menjalankan isi dari Al-Qur’an yang merupakan firman Allah. Jika adanya sekulerisasi dalam agama maka yang timbul adalah lenyapnya etika dalam melakukan hubungan sesama manusia.

2. Permasalahan semua agama sama.

Menurut JIL, Islam tidak beda dengan agama kufur dan syirik manapun,  semuanya masuk surga. Semua orang beragama adalah mukmin, oleh karena itu semua bersaudara dan halal saling menikahi. Meyakini Islam satu-satunya agama yang benar tidak boleh. Oleh karena itu dakwah islamiyah pun tidak boleh. Wajib diganti dengan dialog, tukar menukar pengalaman dan kerja sama dalam bidang sosial keagamaan. Mereka disini cenderung mengartikan islam bukan nama sebuah agama, tetapi islam dalam pengertian etimologi yaitu tunduk dan patuh.

Hal ini berdasarkan atas landasan yang digunakan oleh para intelektual JIL yang beranggapan bahwa kebenaran bersifat relatif, terbuka dan plural. Dengan begitu, mereka berpendapat semua agama itu adalah jalan untuk menuju kepada Yang Maha Benar.

Sebagai contoh: jika ditanyakan kepada seorang katolik pertanyaan “apakah seorang muslim masuk surga?” pasti orang katholik menjawab tidak, karena orang yang tidak mengimani Isa sebagai penebus adalah orang kafir dan akan masuk nereka, sedangkan jika ditanyakan kepada Orang Muslim “Apakah orang non-islam masuk surga?” akan dapat ditebak jawabannya “Tidak”, karena orang yang tidak menyambut ajakan Nabi untuk masuk Islam adalah orang yang sesat dan tidak akan masuk surga, hal inilah salah satu pendapat yang mendukung pemikiran mereka bahwa kebenaran itu bersifat relatif, terbuka, dan plural.

Dalam islam tidak mengenal paksaan dalam memeluk agama dan HAM juga mendukung akan hal itu, karena HAM menjamin kebebasan manusia. Namun perlu dipahami, kebebasan ini bukan untuk hal-hal yan kebablasan, dengan adanya wacana yang semacam ini akan menimbulkan bias antara agama-agama, dan prinsip toleransi akan hilang dan disalah gunakan.

3. Permasalahan penolakan syari’ah.

Menurut kelompok JIL, sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Luthfi as-syaukani (dosen universitas Paramadina), bahwa syari’at islam itu sebenarnya tidak ada. Syariat islam hanya karangan orang-orang yang datang belakangan yang memiliki idealisme yang berlebihan terhadap islam. Semua hukum yang diterapkan oleh sebuah masyarakat pada dasarnya adalah hukum positif, termasuk yang diberlakukan oleh Nabi. Kalaupun sumber konstitusinya berasal dari al-Qur’an, hal ini karena Muhammad adalah seorang Rasul dan tidak memiliki sumber konstitusi yang lebih baik dari al-Qur’an saat itu[8].

Selanjutnya penolakan terhadap syari’at islam sangat gencar dikampanyekan oleh para aktivis JIL. Menurut mereka, penerapan syariat oleh negara berarti melanggar prinsip netralitas negara yang harus menjaga prinsip-prinsip non-diskriminasi dan equality (kesamaan) di antara seluruh warga negara. JIL bersikeras memisahkan agama dari negara. Karena negara dalam pandangan mereka, harus netral dari pengaruh agama apa pun. Sementara, agama harus tetap dipertahankan dalam wilayah privat.

Jika demikian, menurut hemat penulis syari’ah disini menyangkut dengan hukum-hukum yang ada dalam agama islam, yang menurut mereka kaku. Tapi dalam sisi lain mereka masih menggunakan syaria’ah. Syari’ah islam bertujuan untuk menjaga dan mengatur hubungan antara sesama muslim dan non-muslim, tidak ada pembedaan hukuman bagi muslim dan non-muslim. Perkembangan syaria’ah islam pun oleh para pemikir islam sekarang tidak cenderung kepada penafsiran yang leterlek, namun mereka lebih memilih kepada penafsiran yang bersifat substansi tanpa mendistorsi tujuan dari ayat-ayat yang menjelaskan tentang hukum. Penulis hanya mengambil beberapa pemikiran dari Jaringan Islam liberal yang sekiranya sedang hangat diperbincangkan dalam dunia islam.

E. KESIMPULAN

Dari analisa yang dilakukan oleh penulis, dapt disimpulkan bahwa Jaringan Islam Liberal merupakan gerakan para intelektual islam yang menginginkan adanya reinpretasi dalam agama, mereka terpengaruh dengan dunia barat, tempat dimana mereka mengembangkan ilmu. Adanya isu-isu yang diangkat oleh jaringan ini bertujuan untuk membumikan Al-Qur’an. Namun pemikiran yang bertujuan baik akan menimbulkan hal yang negatif jika pemikiran tersebut sampai menimbulkan kerancuan dalam berpikir.

F. DAFTAR PUSTAKA

Qodir, Zuly. 2003. Islam Liberal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Husaeni, Adian. 2003. Membedah Islam Liberal. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media.
My.opera.com download Ahad, 03 Juli 2011 jam 02.45
Http://al-aziziyah.com/ruang-dosen87-ruang-dosen160-siapa-jil.html download Ahad, 3 Juli 2011 jam 02.18
http://www.alislamu.com download minggu, 3 Juli 2011 jam 02.15


[1] http://www.alislamu.com download minggu, 3 Juli 2011 jam 02.15
[2] Http://al-aziziyah.com/ruang-dosen87-ruang-dosen160-siapa-jil.html download Ahad, 3 Juli 2011 jam 02.18
[3] Zuly Qodir, Islam Liberal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 17-22.
[4] Ibid., http://al-ziziyah.com
[5] My.opera.com download Ahad, 03 Juli 2011 jam 02.45
[6] Op.,Cit., Zuly Qodir, Islam liberal…, hal. 100.
[7] Ibid., http://al-ziziyah.com
[8] Ibid., http://al-azizyah.com

Sosial Shere

>

Entri Populer

Flag Counter