warga muslim Makasar setiap tahun berlayar ke perairan dekat Australia untuk menangkap tripang (BBC)
Tidak semua orang tahu warga Indonesia dan Australia sudah saling berkomunikasi sebelum kedua negara membangun hubungan diplomatik 50 tahun lalu.
Kontak dimulai dari hubungan dagang yang dibangun antara warga Muslim Makassar dengan penduduk kota Arhhem Land, yang berjarak sekitar 500 kilometer dari Darwin.
BBC melansir, warga muslim Makassar setiap tahun berlayar ke perairan dekat Australia untuk menangkap tripang. Komoditas itu laku di pasaran karena digunakan sebagai obat dan bahan pembuat makanan China.
Warga muslim Makassar berlayar menggunakan perahu tradisional yang disebut praus. Kendati begitu, warga Makassar ini ternyata turut menjejakkan kaki ke Benua Kanguru.
Butuh waktu 60 hari untuk berlayar dari Makassar lalu menuju bagian timur Pulau Timor dan tiba di Pelabuhan Darwin.
Namun, tidak ada yang tahu dengan pasti tahun kedatangan mereka. Menurut para sejarawan, mereka tiba di Australia pada 1750an. Warga Makassar disebut sebagai Makassan.
Tetapi, bukti sejarah yang terekam dalam sebuah lukisan kuno di sebuah gua, menunjukkan mereka tiba di Australia lebih awal yakni tahun 1.500-an.
"Warga Makasar mencerminkan hubungan internasional pertama antara kedua negara. Mereka berdagang dengan sangat adil. Tidak ada penilaian rasis atau kebijakan berkompetisi," ungkap seorang antropolog dari Universitas Monash, Melbourne, John Bradley.
Beberapa pedagang tripang asal Makassar itu memutuskan tinggal di Australia dan menikahi perempuan Aborigin. Mereka turut menyebarkan kebudayaan dan agama yang hingga saat ini tetap hidup di Australia.
Bahkan, Gubernur Jenderal Belanda di Makassar menyadari ada 17 wanita Aborigin yang ikut menetap di daerah itu. Suku Aborigin diketahui berada di Makassar sejak tahun 1824 silam.
Salah satu bukti nyata yakni berupa lukisan dan seni suku Aborigin serta keyakinan Islam yang dipengaruhi oleh mitologi kelompok itu.
"Apabila Anda berkunjung ke bagian timur laut Arnhem Land, maka di sana akan ditemukan jejak Islam dalam lagu, lukisan, tarian dan ritual pemakaman," ungkap Bradley.
Jelas ada beberapa elemen budaya, lanjut Bradley, yang tertinggal di sana. "Dengan analisa linguistik, Anda mendengar lagu-lagu pujian atau doa yang ditujukan kepada Allah," imbuh dia.
Salah satu contoh jejak Islam lainnya yaitu sebuah sosok yang disebut Walitha'walitha dan dipuja oleh klan Yolngu di Pulau Elcho, yang terletak di bagian utara tepi pantai Arnhem Land. Sebutan itu, diambil dari frase "Allah ta'ala" atau bermakna Allah, Tuhan yang ditinggikan.
Walitha'walitha kerap diasosiakan dengan ritual pemakaman. Dalam ritual tersebut juga dimasukkan elemen Islam lainnya seperti saat berdoa, umat menghadap ke arah barat yang merujuk ke arah Kabah di Mekkah. Mereka bahkan juga ikut bersujud.
Namun, kesimpulan itu dibantah oleh antropolog dari Universitas Nasional Australia (ANU), Howard Morphy.
"Saya rasa pernyataan yang menyebut sosok itu disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak tepat dan terlalu menyederhanakan. Klan Yolngu mengadopsi figur yang menyerupai Allah masuk ke dalam kosmologi mereka," kata Morphy.
Jejak Muslim Melayu
Selain Muslim dari Indonesia, Muslim Melayu dari Asia Tenggara juga pernah menjejakkan kakinya di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Seperti warga Makassar, orang Melayu yang berprofesi sebagai nelayan mutiara turut menikah dengan warga Aborigin.
Sebagai bukti nyata, kini banyak nama keluarga di bagian utara Australia bernama Doolah, Hassan dan Khan.
Peningkatan kaum Muslim juga terlihat di pusat Australia. Di pinggiran kota Alice Springs, terdapat sebuah bangunan yang disebut mesjid, walau tidak mirip.
Menaranya berdiri kokoh di belakang bebatuan dan pasir merah area bernama MacDonnel Ranges. Mereka menyebutnya "Mesjid Afghan". Sebabnya, di antara tahun 1860 dan 1930, sebanyak 4.000 penunggang unta datang ke Australia.
Banyak dari mereka berasal dari Afghanistan, India dan Pakistan. Para pendatang ini memainkan peranan penting dalam pembangunan infrastruktur nasional seperti jalur kereta api Overland Telegraph dan Ghan Railway.
Bahkan, hingga saat ini jalur kereta api itu masih digunakan dan memanjang dari utara hingga ke selatan gurun di Australia. Bahkan, logo keretanya pun mengambil kata "Ghan" dengan gambar unta.
Kata Ghan di situ diambil dari kata "Afghan". Di sana mereka juga membangun masjid sementara di seluruh pusat Australia dan menikahi wanita Aborigin.