BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam memenuhi kesejahteraan hidup,
manusia memproduksi makanan dan minuman dan barang lainnya sehingga
menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak di butuhkan lagi dan semakin hari
semakin meningkat dan banyak. Hal ini dikarenakan semakin hari pertumbuhan
penduduk semakin bertambah (Budiman, 2006).
Sungai merupakan tempat pembuangan akhir limbah cair dari berbagai kegiatan manusia, sebelum akhirnya dialirkan ke
danau atau laut. Sistem drainase kota dimulai dari permukiman, perdagangan dan drainase alami alirannya akan berakhir di sungai. Kondisi ini akan mengakibatkan semua bahan pencemar yang terlarut dalam bentuk limbah cair akan masuk kedalam aliran sungai. Besarnya bahan pencemar yang masuk ke sungai akan berpengaruh
terhadap kualitas air sungai. Pada titik tertentu akan mengakibatkan terjadinya
pencemaran (Abdullah, 2012).
Masalah
pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya DKI Jakarta telah menunjukkan
gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air. Penyebab dari
pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri dari pabrik-pabrik
yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai
atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik secara sengaja
atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu sendiri. Yakni akibat air buangan
rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan
penduduk maupun perkembangan kota Jakarta. Ditambah lagi rendahnya kesadaran
sebagian masyarakat yang langsung membuang kotoran/tinja maupun sampah ke dalam
sungai, menyebabkan proses pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta
bertambah cepat.
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah
domestik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga yakni
air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah kemersial). Saat ini
pencemaran akibat limbah domistik telah menunjukkan tingkat yang cukup serius.
Selain itu sumber pencemaran yang potensial adalah air limbah yang berasal dari
kegiatan industri kecil menengah. Untuk industri besar, masalah air limbah
mungkin dapat diatasi oleh pihak industri sendiri karena mempunyai modal yang
cukup, tetapi untuk masalah limbah dari industri kecil dan menengah yang
jumlahnya sangat banyak sekali tersebut belum tersentuh sama sekali. Sebagai
contoh misalnya industri kecil tahu-tempe. Limbah industri tahu/tempe ini dapat
menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang
cukup tinggi (Anonymus, 2012).
Di aceh sendiri Direktur Walhi Aceh TM Zulfikar
pada The Atjeh Post, Jumat 8 Juni 2012 mengatakan Aceh merupakan daerah
aliran sungai yang terluas di Indonesia. Terdapat 11 sungai besar yang
mengaliri Aceh. Namun pada saat ini sumber-sumber air tersebut telah mengalami
penurunan debit yang signifikan dikarenakan banyaknya aktivitas di hulu sungai.
sungai-sungai
di Banda Aceh yang umumnya sudah tercemar, baik oleh limbah industri kecil
seperti pabrik tahu, orang mencuci pakaian, limbah doorsmer sampai orang
membuang sampah langsung ke sungai (Mustafa, 2012).
Tahu merupakan makanan favorit sebagian besar
masyarakat Indonesia. Selain
karena harganya yang relatif murah, kandungan Protein yang terdapat dalam tahu
tidak kalah dengan kandungan Protein dari sumber Protein lainnya. Semakin banyaknya penggemar makanan yang disebut tahu
ini, maka akan semakin banyak pula industri tahu yang akan berdiri di
Indonesia. Jika pertambahan industri tersebut semakin banyak, maka pencemaran
lingkungan yang akan dihasilkan oleh industri tersebut juga akan semakin
meningkat. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka perlu diupayakan
suatu hal yang dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan oleh limbah tahu
tersebut, sehingga industri tahu tetap dapat berkembang untuk memenuhi pangsa
pasar, tapi keamanan lingkungan hidup pun dapat tetap dijaga (Anggun, 12 April 2012).
Pada umumnya tahu
dibuat oleh pengrajin atau industri rumah tangga dengan peralatan dan teknologi
yang sederhana, (Kasminarni, 2007). Salah satu aktivitas bidang perindustrian
yang menghasilkan limbah cair adalah industri pembuatan tahu. Pabrik
tahu merupakan industri kecil yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah
dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan instalasi
pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya keterbatasan dana tersebut,
industri kecil (rumah tangga) tersebut lebih sering membuang limbahnya langsung
ke sungai. Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah yang mengandung protein,
bahan organik dan padatan terlarut yang tinggi. Limbah tahu ini juga akan
menimbulkan aroma yang kurang sedap sehingga mengganggu estetika dan kehidupan
ekosistem sekitarnya (Herlambang, dkk, 2002).
kondisi limbah
pabrik tahu biasanya masih bersifat asam dengan pH Limbah industri tahu/tempe
ini dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan
organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD
(Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi
yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah
yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut, air limbah industri tahu-tempe
merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial
(Anonymus, 2012).
Karakteristik limbah cair diketahui
dari berbagai parameter kualitas limbah cair tersebut. Berbagai parameter
kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat
tersuspensi (suspended solids), bahan
padat terlarut (dissolved solids),
kebutuhan oksigen biokimia (biochemical
oxygen demand), kebutuhan oksigen kimiawi (chemical oksygen demand), organisme
coliform, pH, oksigen terlarut (dissolved
oxygen =DO), kebutuhan khlor (chlorine
demand), nutrient, logam berat (heavy metals), dan parameter lain
(Soeparman dkk, 2002).
Limbah cair industri tahu yang
dibuang secara langsung tanpa pengolahan menyebabkan terjadinya pencemaran air,
seperti warna sungai menjadi keruh dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal
ini disebabkan karena terlalu banyaknya kapasitas air limbah yang dibuang dari
industri tahu setiap harinya. (Ningsih, 2012).
Hasil penelitian orang menunjukkan
bahwa kapur tohor ternyata terbukti mempunyai efek membunuh kuman yang terdapat
pada lumpur tinja dimana dengan dosis percobaan terkecil yaitu 2,5 gr kapur
tohor dalam 50cc lumpur tinja dalam waktu kontak 1 jam, angka penurunan jumlah
kuman sebesar >99%. Pembubuhan kapur tohor juga mengakib atkan peningkaan pH
dari lumpur tinja dimana dengan dosis dan waktu kontak yang sama pH dicapai
sekitan 2 kali lipat pH semula. keeratan hubungan adalah sekitan -0.9229 untuk
hubungan antara peningkatan dosis dengan penurunan jumlah kuman dan 0,580 untuk
hubungan antara peningkatan dosis dengan peningkatan pH (Sugiri, 2012).
Penelitian
lain juga menggunakan kapur tohor sebagai media saring untuk pelunakan
kesadahan air dengan ketebalan 20 cm rata-rata 65,06 mg/l (22,99%), ketebalan
30 cm rata-rata 91,55 mg/l (32,36%), ketebalan 40 cm rata-rata 106,83 mg/l
(37,76%). Penggunaan media saringan kapur tohor dalam rangka penurunan
kesadahan, ternyata diimbangi dengan penurunan alkalinitas air, masing-masing
dengan ketebalan 20 cm rata-rata 51,40 mg/l (16,72%), ketebalan 30 cm rata-rata
117,30 mg/l (38,16%), ketebalan 40 cm rata-rata 127,40 mg/l (58,55%). Berdasarkan
uji statistik analisa varians angka kesadahan air baku, angka kesadahan air
yang disaring melalui kapur tohor dengan ketebalan 20 cm, 30 cm, 40 cm
mempunyai perbedaan yang sangat bermakna baik pada taraf signifikan 1% maupun
taraf signifikan 5% (Maryono, 2012).
Data
dari DISPERINDAG, KOPERASI DAN UKM KOTA BANDA ACEH jumlah pabrik tahu di kota
banda aceh yang dikategorikan pabrik berjumlah 5 pabrik (DISPERINDAG, KOPERASI
DAN UKM, 2012). Dari hasil penelitian awal menunjukkan pH air limbah pabrik
tahu di kota banda aceh adalah pada pabrik I sampel A menunjukkan hasil = 8,1
pada sampel B = 4,9. Sampel C = 5,5. Pada sampel D = 4,8. Pada pabrik ke II
sampel A menunjukkan hasil = 7,6. Sampel B = 5,4. Sampel C =4,9. Sampel D =
4,6. Sedangkan pada pabrik III, IV dan V hasil pada sampel A berkisar antara =
7,8 – 8,1. Sampel B = 4,8 – 5,1. Sampel C = 5,4 – 5,8. Sampel D = 4,7 – 4,9
(LABORATORIUM KKP, 2012).
Dalam menentukan lokasi pengambilan sampel
air sungai adalah mengetahui kondisi geografis sungai dan aktifitas di
sekitar daerah aliran sungai. Secara umum, lokasi pengambilan sampel air
sungai meliputi :
-
Daerah ketika air limbah baru di buang.
-
Daerah ketikan air limbah bertemu dengan badan air (air sungai)
-
Daerah hulu atau sumber air alamiah, yaitu lokasi yang belum
tercemar. Lokasi ini berperan untuk identifikasi kondisi asal.
-
Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak
sungai. Lokasi ini dipilih apabila ada aktivitas yang memiliki pengaruh
terhadap penurunan kualitas air sungai.
-
Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang surut yang merupakan
pertemuan antara air sungai dan air laut. tujuannya untuk mengetahui
kualitas air sungai secara keseluruhan. Bila data hasil pengujian di
daerah hilir dibandingkan dengan data untuk daerah hulu (Hadi, 2005).
|
C
|
A
|
B
|
D
|
Gambar 1 : titik
pengambilan sampel limbah pabrik tahu.
A : Titik hulu
B : Titik air limbah masuk ke badan
air (air sungai).
C : Titik hilir
D : Titik air limbah di buang.
Berdasarkan uraian diatas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisa pemberian Dosis Kapur Tohor (CaO) Terhadap Penetralan pH Air Limbah
Di Pabrik Tempe Di Kota Banda Aceh Tahun 2013”.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam
kehidupan sehari-hari manusia memerlukan air bersih untuk kebutuhannya. Bagi
masyarakat pedesaan sungai adalah sumber air yang digunakan untuk keperluan
sehari-harinya tetapi banyak sekarang limbah cair hasil produksi
industry-industri atau pabrik-pabrik membuang kesungai sehingga menyebabkan timbulnya
berbagai penyakit seperti limbah pabrik tahu. Salah satu cara untuk
menetralisir limbah yang bersifat asam yang terkandung dalam limbah cair tahu
tersebut dengan melakukan pengujian menggunakan kapur tohor (CaO).
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menentukan derajat pengotoran
air limbah terdapat beberapa parameter yaitu: bahan padat tersuspensi (suspended solids), bahan padat terlarut
(dissolved solids), kebutuhan oxygen
biokimia (biochemical oxygen demand =BOD), kebutuhan oxygen kimia (chemical oxygen demand =COD), organisme coliform, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen =DO), kebutuhan khlor (chlorine demand), nutrient,
logam berat (heavy metals) dan
parameter lain. Disini peneliti hanya meneliti tentang pH air limbah cair
pabrik tahu di kota banda aceh yang membuang air limbah ke badan air / sungai.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk
mengetahui berapa dosis kapur tohor (CaO)
yang efektif terhadap penetralan ph air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2012.
1.4.2.
Tujuan
Khusus
1.
Untuk mengetahui pengaruh dosis 1
gram kapur tohor (CaO) dalam 1.000 ml
air limbah terhadap penetralan pH air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2012.
2.
Untuk mengetahui pengaruh dosis 2
gram kapur tohor (CaO) dalam 1.000 ml
air limbah terhadap penetralan pH air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2013.
3.
Untuk mengetahui pengaruh dosis 3
gram kapur tohor (CaO) dalam 1.000 ml
air limbah terhadap penetralan pH air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2013.
4.
Untuk mengetahui pengaruh dosis 4
gram kapur tohor (CaO) dalam 1.000 ml
air limbah terhadap penetralan pH air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2013.
5.
Untuk mengetahui pengaruh dosis 5
gram kapur tohor (CaO) dalam 1.000 ml
air limbah terhadap penetralan pH air limbah di pabrik tahu di kota banda aceh tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya :
1.
Sebagai masukan bagi pendiri
pabrik tahu akan bahaya limbah yang tidak diolah agar mengolah limbahnya
terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau sungai.
2.
Bagi peneliti dapat menambah
pengetahuan dan wawasan dalam mengolah limbah cair dan pelestarian lingkungan.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam proposal
ini adalah outline atau gambaran bagian-bagian yang diuraikan dalam proposal
ini mencakup:
Bab
I : Pendahuluan,
dalam bab ini dikemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian
dan sistematika penulisan.
Bab
II : Tinjauan
pustaka, dalam bab ini dikemukakan tinjauan pustaka dan konsep pemikiran.
Bab
III : Kerangka
penelitian, dalam bab ini dikemukakan hubungan variabel, defenisi operasional,
cara pengukuran variabel.
Bab
IV : Metode
penelitian, dalam bab ini dikemukakan jenis penelitian, populasi dan sample,
lokasi dan waktu penelitian, jenis data, cara pengolahan data, penyajian data
dan jadwal penelitian.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Limbah Cair
Berbagai
kepustakaan menyebutkan pengertian limbah cair dalam istilah maupun batasan
yang berbeda, namun secara umum mengandung pengertian yang sama. Batasan limbah
cair dari berbagai sumber dikemukaan berikut ini.
a.
Okun dan Ponghis dalam suparman dan suparmin
(2002) menyatakan; ”…kata limbah
cair…seharusnya dipakai untuk mengartikan semua limbah cair rumah tangga
termasuk air kotor dan semua air limbah industri yang dibuang ke sistem saluran
limbah cair, kecuali air hujan atau drainase permukaan”.
b.
Tchobanoglous dan Elliasen dalam suparman dan suparmin
(2002) mendefinisikan limbah cair sebagai berikut; ”…gabungan cairan atau
sampah yang terbawa air dari tempat tinggal, kantor, bangunan perdagangan,
industri, serta air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada”.
c.
Menurut Willgoso ; ” limbah cair adalah air yang
membawa sampah dari tempat tinggal, bangunan perdagangan dan industri berupa
campuran air dan bahan padat terlarut atau bahan tersuspensi”.
d.
Menurut Environment
Protection Agency; ”Limbah cair adalah air yang membawa bahan padat
terlarut atau tersuspensi dari tempat tinggal, kebun, bangunan perdagangan dan
industri”.
Dari
beberapa definisi limbah cair tersebut dapat disimpulkan bahwa limbah cair
merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa
oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari
sumber domestik (perkantoran, perumahan dan perdagangan), sumber industri, dan
pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan atau air hujan.
Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kondisi tertentu masuk sebagai
komponen limbah cair karena pada keadaan sistem saluran pengumpulan limbah cair
sudah rusak atau retak, air alam itu dapat meyatu dengan komponen limbah cair
lainnya (Soeparman dkk, 2002).
2.1.1. Air Limbah Pabrik Tahu
Limbah
industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun
pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan
cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat
dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair yang dihasilkan
mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan
fisika, kimia dan hayati yang akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang
langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai atau menciptakan media
untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman
lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia.
Bila
dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan
berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air
limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih
digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare dan penyakit lainnya.
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah
cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih,cairan
ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai.
2.1.2. Komposisi Air Limbah
Komposisi
air limbah sebagian besar terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari
partikel-partikel terlarut (dissolved
solids) dan tidak terlarut (suspended
solids) sebesar 0,1%. Partikel-partikel pada terdiri dari zat organic (
70%) dan zat
anorganik (
25%) dan lemak (
10%). Zat-zat organik tersebut sebagian besar sudah
terurai (degradable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik bagi bakteri
dan mikroorganisme yang lain sedangkan zat-zat anorganik terdiri dari grit, salts dan metals (logam berat) yang merupakan bahan pencemar yang penting.
Solids (dissolved dan suspended) sangat cocok untuk menempel
dan bersembunyinya mikroorganisme baik yang saprofit
maupun pathogen.
2.1.3. Karakteristik Air Limbah
Karakteristik
limbah cair diketahui dari berbagai parameter kualitas limbah cair tersebut.
Dalam membahas karakteristik limbah cair, limbah cair sering dibedakan dalam
kelompok limbah cair domestik, limbah cair industri, rembesan dan luapan, serta
limbah cair kota praja. Pengelompokan karakteristik, sifat, serta kualitas
limbah cair dari tiap-tiap kelompok tersebut cenderung sama. kualitas limbah
cair yang penting untuk diketahui adalah sebagai berikut :
a.
Bahan padat tersuspensi
Adalah bahan padat yang
dihilangkan pada penyaringan (filtration)
melalui media standar halus dengan diameter 1 mikron. Bahan padat tersuspensi
dikelompokkan lagi dalam bahan padat yang tetap (fixed solids) dan yang menguap (volatile
solids). Bahan padat yang menguap merupakan bahan yang bersifat organik
yang diharapkan dapat dihilangkan melalui penguraian secara biologis (biological degradation) atau pembakaran
(incineration). Fixed solids merupakan bahan padat yang bersifat tetap. Bahan padat
tersuspensi selanjutnya dapat dikelompokkan lagi berdasarkan sifat dan
kemampuan pengendapannya. Bahan padat yang dapat diendapkan (settleable solids) secara normal,bahan
padat yang tidak dapat mengendap (non
settleable solids) memerlukan perlakuan tambahan, baik secara kimia ataupun
biologi untuk menghilangkannya dari limbah cair.
b.
Bahan padat terlarut
Adalah bahan padat yang
terdapat dalam filtrate yang
diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili
garam-garam dalam larutan termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air.
Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan
kembali setelah pengolahan. Bahan padat terlarut tidak dapat dihilangkan
melalui pengolahan konvensional.
1.
Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand=BOD)
Adalah ukuran kandungan
bahan organik dalam limbah cair. Kebutuhan oksigen biokimia dengan megukur
jumlah oksigen yang diserap olah sampel limbah cair akibat adanya
mikroorganisme selama 1 periode waktu tertentu, biasanya 5 hari pada satu
temperature tertentu umunya 20 oC.
2.
Kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand=COD)
COD juga merupakan
parameter kekuatan limbah cair. COD merupakan ukuran persyaratan kebutuhan
oksidasi sampel yang berada dalam kondisi tertentu yang ditentukan dengan
menggunakan suatu oksidan kimiawi. Indikator ini umumnya berguna pada limbah
industry.
3.
Organisme coliform
Organisme indikator ini
meliputi Escherichia coli yang
berasal dari saluran pencernaan makanan binatang berdarah panas. Adanya organisme Coliform menunjukkan
kemungkinan adanya pathogen baik
virus ataupun bakteri.
4.
pH
pH limbah cair adalah
ukuran keasaman (acidity) atau
kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH
menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses
pengolahan limbah cair secara konvensional.
5.
Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen=DO)
DO penting dalam
pengoperasian sistem saluran pembuangan maupun bangunan pengolahan limbah cair.
Air bersih biasanya jenuh akan oksigen namun dengan cepat akan berkurang
apabila limbah organic ditambahkan ke
dalamnya. Di daerah yang beriklim hangat dimana saluran limbah cair yang kemiringannya
datar,sehingga kecepatan aliran menjadi rendah akan tetapi endapan bahan padat,
dan limbah cair memerlukan waktu lama untuk sampai ke bangunan pengolahan.
Limbah cair kemugkinan akan menjadi tidak mengadung oksigen dan sampai pada
kondisi septic.Limbah cair yang dalam
kondisi septic lebih sukar diolah dan
menimbulkan bau pada sistem sewerage
dan bangunan pengolahan.
6.
Kebutuhan klor (Chlorine
Demand)
Pendesinfeksian terhadap
efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor.Angka tersebut
merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan
semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen tersebut.
7.
Nutrien
Limbah cair mengandng nutrient (misal nitrogen dan fosfor)
dalam konsentrasi yang bermakna berupa zat pembangun bagi organisme hidup,
ketika limbah cair akan dibuang ke badan air yang relatif bersih,seperti danau
atau muara sungai, nutrient itu dapat
menyuburkan air sampai tingkat tertentu. Namun jika merangsang pertumbuhan
algae secara berlebihan air penerima dapat dirusak oleh pengayaan itu atau yang
disebut eutofikasi.
8.
Logam berat
Bila industri membuang
limbah cair ke sistem saluran limbah cair (sewerage),
banyak logam berat yang masuk ke dalam sistem dan mengganggu proses pengolahan
atau kualitas air penerima.
2.1.4. pH Air Limbah
pH
merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau
basa sesuatu larutan, ini juga merupakan satu cara untuk menyatakan ion H2O.
Ion hydrogen merupakan faktor utama
untuk mengetahui reaksi kimia dalam ilmu teknik lingkungan (penyehatan),
karena:
a.
H+ selalu dalam keseimbangan dinamis dengan
air H2O yang membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang
berkaitan dengan masalah pencemaran air dimana sumber ion hydrogen tidak pernah
habis.
b.
H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O
saja tetapi juga merupakan unsur banyak senyawa lain hingga jumlah reaksi tanpa
H+ dapat dikatakan hanya sedikit saja.
Biota
akuatik sensitif terhadap pH yang ekstrim, dalam arti air sangat bersifat asam
atau basa. Hal ini kebanyakan akibat dari efek osmotik sehingga biota akuatik
tidak dapat hidup dalam suatu medium yang salinitasnya tidak sesuai. Salinitas
perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan,garam yang dimaksud
adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl) pada
umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu: Natrium (Na), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Klorit (Cl), Sulfat (So) dan Bikarbonat (HCO).
Kelebihan salinitas juga akan segera mematikan tanaman yang tidak sesuai dengan
kondisi tersebut. Kelebihan alkalinitas seringkali disertai dengan pH tinggi.
Kapasitas air untuk menerima protein disebut Alkalinitas. Alkalinitas penting
dalam perlakuan air seperti pada proses pengolahan air limbah industri atau limbah
domestik, dengan mengetahui alkalinitas dapat dihitung jumlah bahan kimia yang
harus ditambahkan dalam pengolahan air limbah. Air yang sangat alkali atau
bersifat basa sering mempunyai pH tinggi dan umumnya mengandung padatan
terlarut yang tinggi. Alkalinitas memegang peranan yang penting dalam penentuan
kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan ganggang dan kehidupan perairan
lainnya. Kalau pH merupakan faktor intensitas alkalinitas merupakan kapasitas
air tersebut untuk menetralkan asam. Dalam media dengan pH rendah ion hydrogen
dalam air mengurangi alkalinitas (Achmad, 2004).
Perubahan
keasaman pada air buangan baik kearah alkali (pH naik) maupun kea rah asam (pH
menurun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai PH
berkisar 7-8,5.
Air
buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering meyebabkan pengkaratan pada
pipa-pipa besi. Pengaturan nilai pH diperkenankan sampai batas yang tidak
merugikan karena efeknya terhadap rasa, korosivitas
dan efesiensi khlorinasi. Beberapa
senyawa asam dan basa yang bersifat toksin dalam bentuk molekuler tempat
dissosiasinya senyawa-senyawa tersebut dengan zat lain dipengaruhi oleh nilai
pH. Misalnya logam berat didalam suasana asam akan lebih toksik/beracun kalau
dibandingkan pada suasana basa.
Beberapa
limbah industri umumnya bersifat asam atau basa sehingga memerlukan netralisai
sebelum dialirkan ke proses lebih lanjut atau dibuang ke badan air penerima. pH
netral (tidak terlalu asam atau basa) ditandai dengan pH=7, syarat ini
diberikan karena berpengaruh pada aktivitas pengolahan yang akan dilakukan
seperti koagulai kimiawi, desinfeksi, pelunakan air dan pencegahan korosi.
Netralisasi pH berguna agar suatu proses pengolahan dapat berjalan secara
optimum. Proses netralisasi pH dilakukan dengan menambah senyawa-senyawa yang
bersifat asam atau basa,untuk menaikkan pH air yang asam dapat ditambahkan senyawa
yang bersifat basa seperti : kapur (kapur tohor=CaO, batu kapur=CaCO3,
kapur sirih=Ca(OH)2), soda abu=Na2CO3, soda
api=NaOH, untuk menurunkan pH air yang basa dapat ditambahkan senyawa yang
bersifat asam seperti: asam sulfat=H2SO4, asam
korida=HCl, tawas= Al2 (SO4)3.
Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup 03/MENLH/2010 tentang baku mutu limbah
cair bagi kawasan industri :
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Kadar
Maksimum
|
1
|
Ph
|
mg/L
|
6-9
|
2
|
TSS
|
mg/L
|
150
|
3
|
BOD
|
mg/L
|
50
|
4
|
COD
|
mg/L
|
100
|
5
|
Sulfida
|
mg/L
|
1
|
6
|
Ammonia
(NH3-N)
|
mg/L
|
20
|
7
|
Fenol
|
mg/L
|
1
|
8
|
Minyak dan
Lemak
|
mg/L
|
15
|
9
|
MBAS
|
mg/L
|
10
|
10
|
Cadmium
|
mg/L
|
0,1
|
11
|
Krom
Heksavalen (Cr6+)
|
mg/L
|
0,5
|
12
|
Krom total
(Cr)
|
mg/L
|
1
|
13
|
Tembaga
(Cu)
|
mg/L
|
2
|
14
|
Timbal (Pb)
|
mg/L
|
1
|
15
|
Nikel (Ni)
|
mg/L
|
0,5
|
16
|
Seng (Zn)
|
mg/L
|
10
|
17
|
Kuantitas
Air Limbah Maksimum
|
0,8
L perdetik per Ha Lahan Kawasan Terpakai
|
Data Primer 2010.
2.1.5.
Pengaruh Air Limbah
Ada
beberapa dampak buruk dari air limbah yaitu :
a.
Ganggguan terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap
kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang ditularkan melalui air
limbah. Air limbah ini ada yang hanya berfungsi sebagai media pembawa saja
seperti penyakit kolera, radang usus,
hepatitis infektiosa serta skhistosomiasis. Selain sebagai pembawa
penyakit didalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit.
b.
Gangguan terhadap kehidupan biotik
Banyaknya zat pencemar yang ada
didalam air limbah maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut
didalam air limbah. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan didalam air yang
membutuhkan oksigen akan terganggu dalam hal ini akan mengurangi
perkembangannya. Selain kematian kehidupan didalam air disebabkan karena
kurangnya oksigen didalam air dapat juga disebabkan karena adanya zat beracun
yang berada didalam air limbah tersebut.
c.
Gangguan terhadap keindahan
Semakin banyaknya zat organik yang
dibuang oleh perusahaan yang memproduksi bahan organik maka akan dihasilkan air
limbah berupa bahan-bahan organik dalam jumlah yang sangat besar. Ampas yang
berasal dari pabrik akan mengalami proses pembusukan selama pengendapan yang
akan menimbulkan bau yang sangat menusuk hidung disamping itu dengan
menumpuknya ampas akan memerlukan tempat yang banyak dan mengganggu tempat
sekitarnya.
d.
Gangguan terhadap kerusakan benda
Apabila air limbah mengandung gas
karbondioksida yang agresif maka mau tidak mau akan mempercepat proses
terjadinya karat pada benda yang terbuat dari besi serta bangunan air kotor
lainnya. Melalui pH yang tinggi maupun pH yang rendah akan mengakibatkan
timbulnya kerusakan pada benda-benda yang dilaluinya (Purwanto,2004).
2.1.6.
Sistem Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan
limbah cair sangat tergantung dari sifat dan karakteristik limbah cair yang
akan diolah. Karakteristik limbah cair sangat menentukan sistem dan tahapan
proses pengolahan yang akan dilakukan. Dalam proses pengolahan limbah cair
tidak harus selalu menerapkan seluruh tahapan proses pengolahan,namun tahap
tersebut harus dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah cair dan tujuan
pengolahannya. Semakin tinggi tingkat polutan dalam limbah cair maka semakin
lengkap tahapan proses pengolahan limbah cair.
Tahapan pengolahan limbah cair :
a. Pengolahan
pertama (pre-liminary treatment) atau
pengolahan fisika. macam-macam unit pengolahan pendahuluan.
1.
Penyaringan (screening)
Penyaringan
diperlukan untuk material-material kasar yang terkandung dalam air limbah.
Fungsi dari penyaringan adalah unutuk melindungi pompa dan peralatan mekanikal
lainnya terhadap terjadinya penyumbatan.
2.
Penangkap pasir (grit
removal)
Air
limbah umumnya mengandung bahan-bahan padatan an-organik (khususnya air limbah
domestik) seperti pasir, kerikil, kulit telur. Kebanyakan sifat dari
bahan-bahan tersebut bersifat abrasive dan akan menimbulkan gangguan terhadap
akselerasi sistem pompa yang dioperasikan.
3.
Penghancuran (Communiting)
Unit
ini berfungsi menghancurkan material-material kasar yang tidak tersaring,
menjadi material-materrial kecil dalam ukuran 8 mm. Alat penghancurnya
dinamakan communicator.
4.
Pengendapan awal (Primary
Sedimentation)
Unit
pengendapan awal didesain untuk mereduksi zat padat tersuspensi yang ada dalam
air limbah. Kebanyakan material zat padat tersuspensi secara alamiah berbentuk flokulan
5.
Bangunan penangkap lemak (Grease Trap)
Unit
pengolahan air limbah yang berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak (grease). Lemak akan mengapung pada suhu
20 0C. Selanjutnya lemak yang terperangkap dibersihkan secara
berkala dengan cara manual atau mekanik.
6.
Equalisasi
Unit
pengolahan air limbah yang berfungsi untuk meratakan beban pencemar air limbah
(mencampur untuk menjadi lebih homogen) serta untuk mengurangi atau
mengendalikan variasi karakteristik air limbah agar tercapai kondisi optimum
untuk proses lebih lanjut.
7.
Netralisasi
Beberapa
limbah industri umumnya bersifat asam atau basa,sehingga memerlukan netralisasi
sebelum dialirkan ke proses lebih lanjut atau dibuang ke badan air penerima.
Untuk menjamin keberhasilan proses biologis (penguraian oleh mikroba)
diperlukan pH pada kisaran 6,5-8,5. Jenis proses netralisasi : pngadukan limbah
asam dan basa, penambahan batu kapur/marmer, pengadukan limbah asam dengan
lumpur kapur dan sebaginya.
b.
Pengolahan kedua (Secondary
Treatment) atau pengolahan biologis.
Pada
akhir pengolahan pertama masih menyisakan 40-50 % zat padat tersuspensi dan zat
terlarut dalam bentuk organik dan anorganik. Untuk mengatasi ini perlu
diterapkan pengolahan dengan proses biologis, yaitu pengolahan air limbah yang memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme dengan bantuan atau tanpa oksigen. Secara garis besar
pengolahan biologis dibedakan dalam 4 proses yaitu proses aerob, anoxic, anaerob, gabungan dari aerob-anoxic atau aerob-anaerob.
c.
Pengolahan Lanjut (Adanced
Treatment)
Pengolahan lanjut sering
juga disebut sebagai pengolahan ketiga. Karena pada dasarnya hanya ditujukan
untuk menyempurnakan hasil-hasil pada proses pengolahan sebelumnya, yaitu pada
tahap proses pengolahan fisika dan biologis. Sifat pengolahan ketiga ini sangat
tergantung dari kualitas hasil proses pengolahan ketiga hanya diperlukan bila
masih ada material-material pencemar yang masih perlu dihilangkan sebelum
dilakukan pembuangan ke badan air penerima. Bentuk proses pengolahan ketiga
adalah proses desinfeksi, pertukaran ion dan sebagainya (Purwanto,2004).
2.2. Kapur Tohor
Kapur
didapati dengan membakar batu kapur (kalsium karbonat CaCO3).
Apabila dibakar dengan suhu tertentu ia mengeluarkan gas yang disebut karbon
dioksida (CO2) dan menjadi
kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida
ini kemudian dicampur dengan sedikit air yang menyebabkan ia menyerap dan
mengembang disamping menghasilkan haba serta menjadi serbuk kapur yang dikenal
sebagi kalsium hidroksida Ca(OH)2. Kapur atau cunam (kapur mati)
berwarna putih likat seperti kerim yang dihasilkan dari cengkerang siput laut
yang dibakar.
2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetralan pH air
limbah tahu
Dalam melakukan penelitian ini
dilakukan pengadukan agar kapur tohor bisa menetralisir ph air limbah tahu jadi
perbedaan penggunaan jenis pengaduk bisa mempengaruhi hasil akhirnya.
2.4. Yar Test
Yar
Test digunakan untuk menentukan dosis koagulan yang optimum. Alat yang
digunakan untuk percobaan yar test adalah floc tester yang dilengkapi dengan
alat-alat gelas dan pengadukan yang sempurna, atau dapat dilakukan dengan alat
pengaduk sederhana misalnya dengan pengaduk batang bambu.
Bahan
koagulan yang biasa dikerjakan untuk percobaan koagulasi adalah tawas sedangkan
untuk pengaturan kondisi pH biasa digunakan kapur. Pada dasarnya percobaan ini
meliputi :
a.
Menentukan dosis bahan koagulan yang ditambahkan dengan
variasi dosis yang berbeda-beda.
b.
Untuk air yang asam perlu ditambahkan kapur dengan
dosis yang di variasi untuk mendapatkan kondisi pH yang optimum.
c.
Dengan kondisi pH yang telah dipilih, dilakukan
optimasi berapa dosis tawas yang tepat yang harus di tambahkan.
2.5. Kerangka Teoritis
Menurut
Okun & Ponghis dalam suparman, dkk (2002); parameter kualitas limbah cair
yang penting untuk diketahui adalah : bahan padat tersuspensi, bahan padat
terlarut, kebutuhan oksigen biokimia, kebutuhan oksigen kimiawi, organisme
coliform, pH, oksigen terlarut, kebutuhan khlor, nutrient, logam berat.
Kerangka
teoritis
Peraturan nomor 03/MENLH/2010 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri yaitu
:
-
Boleh
jika pH air limbah 6,0 - 9,0.
-
Sangat
asam jika pH air limbah dimulai dari 0.
-
Sangat
basa: jika pH air limbah sampai 14.
-
Netral
jika pH air limbah 7.
|
Zat penetral pH limbah
|
Penetralan pH air limbah
|
Asam
Kapur (CaO)
Soda abu (Na2CO3)
Soda api (NaOH)
|
Basa
Asam sulfat (H2SO4)
Asam klorida (HCl)
Tawas Al2(SO4)3
|
Gambar 2 : Kerangka Teoritis
BAB III
KERANGKA
KONSEPSIONAL
3.1.
Kerangka Konsep
Variabel
Independen Variabel
Dependen
Dosis 1
gram kapur tohor
|
Dosis 3
gram kapur tohor
|
Dosis 2
gram kapur tohor
|
Penetralan
pH air Limbah
|
Lama Pengadukan
|
Dosis 1
gram kapur tohor
|
Dosis 1
gram kapur tohor
|
a.
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi
variabel lain yang termasuk didalamnya adalah dosis kapur tohor (CaO) 1 gram,2
gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram.
b.
Variabel Dependen adalah variabel yang keberadaannya
dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu penetralan pH air limbah pada air limbah
pabrik tahu.
c. Kontrol adalah
faktor-faktor yang dapat muncul atau tidak muncul sesuai dengan keinginan
peneliti (wulandari, 2012).
3.2.
Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi operasional
|
Cara
ukur
|
Alat
ukur
|
Hasil
ukur
|
Skala
ukur
|
Variabel Independen
|
||||||
1.
|
Dosis
kapur tohor (CaO) dalam air limbah
|
Kapur
tohor dihaluskan (ditumbuk) dalam beberapa dosis 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4
gram dan 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang ada air
limbahnya
|
Manual
|
Gelas
ukur dan timbangan
|
Menghitung lamanya penetralan PH
air limbah
|
Ratio
|
Variabel Dependen
|
||||||
2.
|
pH air
limbah pabrik tahu
|
Tingkat
keasaman air limbah pabrik tahu yang netral atau sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup 03/MENLH/2010 tentang baku mutu limbah cair
bagi kawasan industry
|
Dengan
melihat angka yang muncul
|
pH
meter
|
§
Netral
§
Tidak netral
§
|
Ratio
|
3.3. Hipotesa
Ha : Ada
pengaruh antara kapur tohor (CaO)
terhadap penetralan pH air limbah
pabrik tahu
Ho : Tidak ada pengaruh antara kapur tohor (CaO) terhadap penetralan pH air limbah
pabrik tahu.
3.4. Cara Pengukuran Variabel
Variabel
Independen yaitu pH air limbah diukur dengan menggunakan pH meter yang nilainya
mengacu pada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Kawasan Industri yaitu
:
-
Yang
diperbolehkan : jika pH air limbah 6,0 - 9,0
-
Sangat
asam : jika pH air limbah
dimulai dari 0
-
Sangat
basa : jika pH air
limbah sampai 14
-
Netral :
jika pH air limbah 7
Apabila pada saat
penelitian di lapangan tingkat keefektifan penggunaan dosis 1 gram, 2 gram, 3
gram, 4 gram dan 5 gram adalah sama atau tidak ada perbedaan yang berarti maka
ke-5 dosisnya perlu di tingkatkan lebih tinggi supaya efektifitas dosis dalam
menetralisir air limbah tahu lebih baik.
BAB
IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian
ini bersifat eksperimen yaitu campuran beberapa dosis kapur tohor (CaO) untuk penetralan pH air limbah
pabrik tahu.
4.2. Populasi dan Sampel
a.
Populasi
Populasi yang diambil dalam
penelitian ini adalah air limbah pabrik tahu yang dibuang ke badan air atau sungai.
b.
Sampel
Sampel dalam penelitian
ini adalah sebanyak 4.000 ml air limbah dari setiap pabrik tahu yang dibuang ke
badan air atau sungai di kota banda aceh.
4.3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa suka ramai banda aceh
pada bulan Oktober tahun 2012.
4.4. Jenis Data
a.
Data primer yang diperoleh dari :
Observasi, yaitu
pengamatan langsung pada tempat penelitian, Percobaan pada variabel yang diteliti dan Pengukuran
pada variabel, serta hasil yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan.
b.
Data sekunder, dapat diperoleh dari :
Kepustakaan yaitu
membaca buku-buku yang berhubungan dengan limbah cair.
4.5. Cara Pengolahan Data
a.
Editing ini dimaksudkan untuk memperoleh
data yang dapat diolah dengan baik sehingga menghasilkan informasi yang benar,
kegiatan yang dilakukan adalah mengoperasikan kesalahan-kesalahan dalam
pengisian atau pengolahan data.
b.
Coding yaitu mengklasifikasikan
jawaban-jawaban atau hasil yang ada menurut
macamnya dengan cara menandai setiap beaker glass dengan kode-kode
tertentu.
c.
Tabulasi data yang diperoleh dikelompokkan
dalam bentuk tabel rancangan penelitian.
4.6. Prosedur Penelitian
a.
Alat dan Bahan
1.
Alat
-
Beaker
glass 1.000 ml 5 buah
-
Pengaduk
5 buah
-
pH
meter
-
Jerigen
untuk pengambilan sampel air limbah
-
Timbangan
-
Stopwatch
(penghitung waktu)
2.
Bahan
-
Sampel
air limbah pabrik tahu.
-
Kapur
tohor (CaO)
3.
Cara kerja
a.
Persiapan
Percobaan
penetralan dibuat sebanyak 5 buah dengan menggunakan beaker glass 1.000 ml. Kapur
tohor (CaO) masing-masing 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram, 5 gram dalam 1.000 ml
air limbah pabrik tahu.
b.
Persiapan pelaksanaan
-
Limbah
cair pabrik tahu yang dibutuhkan sebanyak
1.000 ml sehingga untuk 5 buah beaker glass membutuhkan 5.000 ml dengan dosis
yang berbeda.
-
Haluskan
kapur tohor dan timbang dengan menggunakan timbangan.
c.
Pelaksanaan
-
Masukkan
masing-masing air limbah pabrik tahu pada tiap-tiap beaker glass sebanyak 1.000
ml.
-
Periksa
masing-masing pH pada air limbah pada setiap beaker glass dengan menggunakan pH
meter.
-
Tambahkan
kapur tohor ke masing –masing beaker glass sebanyak 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4
gram dan 5 gram.
-
Untuk
1 dosis kapur tohor dilakukan 1 kali perlakuan.
-
Aduk
secara bersamaan dengan adukan cepat
selama 3 menit, adukan lambat selama 5 menit, diamkan selama 15 menit.
-
Periksa
pH akhir dengan menggunakan pH meter setiap 5 menit sekali sampai mendapatkan
hasil yang konstan (hasil yang sama).
4.7. Analisa Data
Data dianalisa secara
manual dari hasil pengukuran dengan menggunakan pH meter dan dibuat dalam
bentuk tabel.
4.8. Penyajian Data
Data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi dan Narasi.